UU Kesehatan Omnibuslaw: Antara Liberalisasi dan Kepentingan Rakyat

Polemik mengenai pengesahan UU Kesehatan Omnibuslaw di Indonesia menciptakan gema kekecewaan dan penolakan dari berbagai kalangan, baik dari organisasi profesi kesehatan, serikat pekerja, hingga pihak

setiawan

UU Kesehatan Omnibuslaw: Antara Liberalisasi dan Kepentingan Rakyat
UU Kesehatan Omnibuslaw: Antara Liberalisasi dan Kepentingan Rakyat

Polemik mengenai pengesahan UU Kesehatan Omnibuslaw di Indonesia menciptakan gema kekecewaan dan penolakan dari berbagai kalangan, baik dari organisasi profesi kesehatan, serikat pekerja, hingga pihak politik. Meskipun memiliki visi untuk meningkatkan efisiensi dan mutu layanan kesehatan di tanah air, rupanya UU ini dianggap melahirkan lebih banyak masalah daripada solusi.

Presiden Partai Buruh dan Presiden KSPI, Said Iqbal, dengan tegas menolak pengesahan UU ini. Dalam pernyataannya, beliau menyoroti bagaimana UU Kesehatan dapat “mengebiri” berbagai hak dasar, seperti hak sehat, hak bekerja. Dan hak untuk hidup layak bagi tenaga kesehatan. Ia bahkan mengungkapkan kecurigaan terhadap adanya permainan taipan yang ingin menguasai industri kesehatan dari hulu hingga hilir, mengancam kelangsungan rumah sakit kecil dan menggeser porsi kue BPJS.

Dari wilayah Gorontalo, Organisasi Profesi Kesehatan pun membeberkan alasan rinci mengapa mereka menolak UU Kesehatan Omnibuslaw. Mulai dari proses penyusunan UU yang dianggap cacat prosedural dan tertutup. Hingga kekhawatiran terhadap ancaman keselamatan pasien dengan masuknya tenaga kesehatan asing tanpa jaminan kompetensi yang memadai. Kekhawatiran lainnya termasuk ancaman terhadap keselamatan dan hak rakyat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan bermutu. Serta kurangnya perlindungan terhadap hak-hak tenaga medis dan kesehatan di lapangan.

Liberalisasi vs Hak Asasi Manusia

Di tengah pro dan kontra, ada narasi yang mencuat kuat: liberalisasi, kapitalisasi, dan komersialisasi terhadap dunia kesehatan. Liberalisasi dalam sektor kesehatan dilihat oleh sebagian pihak sebagai ancaman serius terhadap akses, kualitas, dan pemerataan layanan kesehatan. Di satu sisi, liberalisasi dapat mempercepat perkembangan dan perluasan layanan kesehatan melalui investasi. Di sisi lain, konsep ini berpotensi menyisihkan kelompok yang tidak mampu secara ekonomi dan mengabaikan hak asasi manusia.

Menuju Kesehatan untuk Semua

Menyikapi situasi ini, langkah konkret dari berbagai pihak, seperti Partai Buruh dan KSPI. Seperti mengambil jalur hukum melalui judicial review dan aksi di lapangan, menjadi bentuk resistensi yang nyata. Di sisi lain, mempertahankan dialog antara pemerintah, profesi kesehatan, dan masyarakat sipil adalah vital untuk mencari solusi yang adil dan inklusif.

Kesehatan adalah hak asasi manusia. Setiap regulasi dan kebijakan dalam sektor kesehatan harus senantiasa menempatkan kepentingan dan keselamatan rakyat di posisi utama. Kesadaran ini harus menjadi kompas bagi semua pihak dalam merumuskan langkah kedepan guna memastikan setiap warga negara mendapatkan akses kesehatan yang berkualitas dan adil.

Related Post

Leave a Comment